Daitō-ryū
Aiki-jūjutsu
Daitō-ryū Aiki-jūjutsu (大東流合気柔術?), sebelumnya disebut
Daitō-ryū Jujutsu (大東流柔術 Daitō-ryū Jūjutsu?), adalah sebuah ilmu bela diri Jepang yang pertama kali
mulai dikenal luas di awal abad ke-20 di bawah kepemimpinan Takeda Sokaku. Takeda
memiliki latar belakang bela diri yang ekstensif, meliputi berbagai ilmu bela
diri (antara lain Kashima
Shinden Jikishinkage-ryū dan sumo),
dan menyebut aliran bela diri yang ia ajarkan sebagai "Daitō-ryū"
(arti harfiah: "Aliran Timur Raya"). Meskipun tradisi aliran bela
diri ini mengklaim asal-usulnya jauh ke abad-abad yang lampau dalam sejarah
Jepang, namun tidak terdapat catatan pendukung mengenai ryū (aliran)
lainnya sebelum Takeda. Dengan demikian, sejarah tertulis Daitō-ryū secara
resmi dimulai dari Takeda Sokaku. Perhaps the most famous student of Takeda was
Morihei Ueshiba, the founder of aikido
Dojo
Dojo (道 場, Dōjō?) adalah bangunan tempat kompetisi, pertandingan,
latihan, dan belajar (keiko) untuk semua cabang seni bela diri Jepang.
Dojo yang terdapat di
Jepang selalu berada di bawah salah satu aliran (ryū) cabang bela diri.
Nama aliran umumnya ditulis di sebuah plang. Ada dua jenis dojo: dojo untuk
kelas belajar teknik, dan dojo untuk berlatih sendiri tanpa guru.
Bagian paling dalam
yang terjauh dari pintu masuk disebut kamiza. Dalam sebuah bingkai yang diletakkan di kamiza
dipasang prinsip utama dari aliran tersebut. Bagian yang terdekat dengan pintu
masuk disebut shimoza, sisi kanan aula disebut jōseki, sementara sisi
kiri aula disebut shimoseki. Bergantung kepada cabang seni bela diri
yang diajarkan, dojo dibangun dengan alas lantai yang berbeda-beda, misalnya tatami untuk judo, dan lantai kayu
untuk kendo.
Dojo terkenal
Walaupun
lebih dikenal sebagai tempat konser musik, Nippon Budokan adalah sebuah dojo
yang tidak tergabung ke dalam satu aliran tertentu.
Dojo
untuk judo yang didirikan oleh Kanō Jigorō.
Judo
Judo (bahasa Jepang: 柔道
) adalah seni bela diri, olahraga, dan filosofi yang berakar dari Jepang. Judo dikembangkan dari seni bela diri kuno Jepang yang
disebut Jujutsu. Jujutsu
yang merupakan seni bertahan dan menyerang menggunakan tangan kosong maupun
senjata pendek, dikembangkan menjadi Judo oleh Kano Jigoro
(嘉納治五郎) pada 1882. Olahraga ini menjadi model dari seni bela diri Jepang, gendai budo,
dikembangkan dari sekolah (koryu) tua. Pemain judo disebut judoka
atau pejudo. Judo sekarang merupakan sebuah cabang bela diri yang populer,
bahkan telah menjadi cabang olahraga resmi Olimpiade.
Sejarah
Sebelum Judo
Pegulat sumo zaman dahulu kala menjatuhkan lawannya tanpa senjata. Hal
ini menginspirasikan teknik-teknik bela diri jujutsu. Sumo pada awalnya hanya
dinikmati kaum aristokrat sebagai ritual atau upacara keagamaan pada zaman Heian (abad ke-8 hingga abad ke-12).
Pada perkembangannya, Jepang
memasuki masa-masa perang di mana kaum aristokrat digeser kedudukannya oleh
kaum militer. Demikian pula olahraga yang sebelumnya hanya dijadikan hiburan,
oleh kaum militer dijadikan untuk latihan para tentara. Pada masa inilah teknik
jujutsu dikembangkan di medan pertempuran. Para prajurit bertempur tanpa
senjata atau dengan senjata pendek. Teknik menjatuhkan lawan atau melumpuhkan
lawan inilah yang dikenal dengan nama jujutsu.
Pada zaman Edo (abad ke-17 hingga abad ke-19) di mana keadaan Jepang
relatif aman, jujutsu dikembangkan menjadi seni bela diri untuk melatih tubuh
bagi masyarakat kelas ksatria. Gaya-gaya jujutsu yang berbeda-beda mulai
muncul, antara lain Takenouchi, Susumihozan, Araki, Sekiguchi, Kito, dan
Tenjinshin'yo.
Awal
mula Judo
Jigoro Kano menambahkan gayanya
sendiri pada banyak cabang jujutsu yang ia pelajari pada masa itu (termasuk Tenjinshiyo
dan Kito). Pada tahun 1882 ia mendirikan sebuah dojo di Tokyo yang ia sebut Kodokan Judo. Dojo pertama
ini didirikan di kuil Eisho ji, dengan jumlah murid sembilan orang.
Tujuan utama jujutsu adalah
penguasaan teknik menyerang dan bertahan. Kano mengadaptasi tujuan ini, tapi
lebih mengutamakan sistem pengajaran dan pembelajaran. Ia mengembangkan tiga
target spesifik untuk judo: latihan fisik, pengembangan mental / roh, dan
kompetisi di pertandingan-pertandingan.
Perbedaan
Judo dan Jujutsu
Terjemahan harafiah dari kata 'judo'
adalah 'cara yang halus'. 'Cara' atau 'jalan' yang dimaksud disini memiliki
arti konotasi secara etika dan filosofis. Kano mengungkapkan konsep filosofinya
dengan dua frasa, "Seiryoku Zen'yo" (penggunaan energi secara
efisien) dan "Jita Kyoei" (keuntungan bagi diri sendiri dan
orang lain). Meskipun disebut halus, namun sebenarnya judo merupakan kombinasi
dari teknik-teknik keras dan lembut, maka dari itu judo dapat pula diartikan
sebagai 'cara yang lentur'.
Jujutsu, pada sisi yang lain,
memiliki terjemahan harafiah 'kemampuan yang halus'. Latihan jujutsu dipusatkan
pada cara-cara (Kata) tertentu dan formal, sedangkan judo menekankan pada
latihan bebas teknik tertentu dalam perkelahian bebas (randori). Hal ini membuat pelatihan judo berjalan lebih
dinamis.
Para kontestan jujutsu menggunakan
seragam yang relatif berat (hakama). Para praktisi awal judo menggunakan
semacam celana pendek, namun tidak lama kemudian mereka lebih memilih
menggunakan busana Barat yang dinilai lebih memiliki keunggulan fungsi dan
mengijinkan pergerakan yang lebih bebas. Seragam modern judo (judogi)
dikembangkan pada tahun 1907.
Teknik-teknik jujutsu, selain teknik
dasar seperti melempar dan menahan, menggunakan pukulan, tendangan, bahkan
menggunakan senjata pendek. Pada sisi lain, judo menghindari tendangan dan
pukulan-pukulan yang berbahaya, dan lebih dipusatkan pada teknik membanting
yang terorganisir dan teknik bertahan.
Penggunaan
akhiran -do dan -jutsu
Banyak cabang beladiri Jepang yang
mempunyai awalan yang sama namun memiliki dua akhiran '-do' dan '-jutsu'. Bujutsu dan budo serta Kenjutsu dan kendo adalah beberapa contohnya. Perbedaan dasar dari kedua
akhiran ini adalah '-do' berarti 'jalan' dan '-jutsu' yang artinya 'jurus' atau
'ilmu'. Selain itu dalam bela diri berakhiran '-do' biasanya lebih banyak
peraturan yang tidak memungkinkan seseorang untuk terluka akibat serangan yang
fatal, namun tidak demikian halnya dengan bela diri yang berakhiran dengan kata
'-jutsu', misalnya di dalam kendo, hanya bagian tangan, perut, kaki, dan bagian
bawah dagu yang boleh diserang, sedangkan kenjutsu membolehkan serangan ke
semua bagian tubuh.
Secara umum, budo ('bu-' artinya
prajurit) adalah pengembangan dari bujutsu yang telah disesuaikan dengan zaman
sekarang (untuk olahraga, bukan berkelahi). Beberapa contoh bujutsu yang
dikembangkan menjadi budo:
·
Jujutsu -> Judo
·
Kenjutsu -> Kendo
·
Aiki-Jujutsu -> Aikido
·
Kempo jutsu -> Kempo Do
·
Karate jutsu -> Karate Do
·
Battoujutsu/Iaijutsu ->
Battoudo/Iaido
Judo
sebagai cabang olahraga
Judoka
perempuan
Kaum perempuan pertama kali diterima
sebagai judoka pada tahun 1893, walaupun pada saat itu kaum olahragawati dianggap sebelah
mata di dalam struktur masyarakat Jepang. Meskipun demikian, kemajuan yang
dramatis ini hanya berlangsung sebentar, karena pada hakekatnya mereka masih
dijauhkan dari pertandingan-pertandingan resmi, dengan alasan keselamatan
fisik.
Setelah Perang Dunia II,
judo bagi laki-laki dan perempuan diperkenalkan keluar Jepang. Persatuan Judo
Eropa dibentuk pada tahun 1948, diikuti dengan pembentukan Federasi
Internasional Judo pada tahun 1951. Judo menjadi salah satu cabang olahraga resmi Olimpiade
pada Olimpiade Tokyo 1964 di Tokyo, Jepang. Judoka perempuan pertama kali berlaga di Olimpiade
pada Olimpiade Barcelona 1982
di Barcelona,
Spanyol.
Tingkatan
Judo dan warna ikat pinggang
Dimulai dari kelas pemula (shoshinsha)
seorang judoka mulai menggunakan ikat pinggang dan disebut berada di tingkatan kyu
kelima. Dari sana, seorang judoka naik tingkat menjadi kyu keempat,
ketiga, kedua, dan akhirnya kyu pertama. Setelah itu sistem penomoran
dibalik menjadi dan pertama (shodan), kedua, dan seterusnya
hingga dan kesepuluh, yang merupakan tingkatan tertinggi di judo.
Meskipun demikian, sang pendiri, Kano Jigoro, mengatakan bahwa tingkatan judo
tidak dibatasi hingga dan kesepuluh, dan hingga saat ini karena hanya
ada 15 orang yang pernah sampai ke tingkat dan kesepuluh, maka tidak ada
yang pernah melampaui tingkat tersebut.
Warna ikat pinggang
menunjukkan tingkatan kyu ataupun dan. Pemula, kyu kelima
dan keempat menggunakan warna putih; kyu ketiga, kedua, dan pertama
menggunakan warna cokelat; warna hitam dipakai oleh judoka yang sudah mencapai
tahapan dan, mulai dari shodan, atau dan pertama, hingga dan
kelima. Judoka dengan tingkatan dan keenam hingga dan kesembilan
menggunakan ikat pinggang kotak-kotak bewarna merah dan putih, walaupun
kadang-kadang juga menggunakan warna hitam. Tingkatan teratas, dan
kesepuluh, menggunakan ikat-pinggang merah-putih atau merah. Judoka perempuan
yang telah mencapai tahap dan keatas memiliki garis putih yang memanjang
di bagian tengah ikat pinggang hitam mereka.
Lantai
Judo
Pertandingan judo diselenggarakan di
atas karpet atau matras (tatami) berbentuk segi empat
(belah ketupat) dengan sisi 14,55 meter atau sepanjang 8 tatami yang dijajarkan. Selain
dialasi matras, kebanyakan dojo judo sekarang menggunakan pegas di bawah lantai
palsu, untuk menahan benturan akibat bantingan.
Di awal pertandingan, kedua judoka
berdiri di tengah-tengah tepat di belakang garis sejajar dengan diawasi oleh
juri. Sebelum dimulai, kedua judoka tersebut menunduk memberi hormat satu sama
lain dari belakang garis. Di sudut atas dan bawah belah ketupat duduk dua orang
hakim, dan di belakang masing-masing judoka, di luar arena yang dibatasi
matras, duduk judoka-judoka dari regu yang sama, dan duduk pula seorang pencatat
waktu dan seorang pencatat nilai.
Pertandingan diselenggarakan di
dalam arena di dalam matras yang dibatasi oleh (dan termasuk didalamnya) garis
merah (jonai). Luas arena tersebut adalah 9,1 meter persegi dan terdiri
dari 50 tatami. Waza atau teknik judo yang dipakai di arena
diluar garis merah (jogai) tersebut dianggap tidak sah dan tidak
dihitung.
Seragam
Judo
Seragam (gi) longgar yang
dikenakan seorang judoka (judogi) harus sesuai ukurannya.
Jaket
Bagian bawah jaket menutupi pantat
ketika ikat pinggang dikenakan. Antara ujung lengan dengan pergelangan tangan
selisih 5-8 cm. Lengan baju panjangnya sedikit lebihnya dari dua pertiga
panjang lengan. Karena jaket ini dirancang untuk menahan benturan tubuh akibat
dibanting ke lantai, maka bahannya umumnya lebih tebal dari seragam karate (karategi) atau bela diri yang lain
Ikat
pinggang
Ikat pinggang harus cukup panjang
sehingga menyisakan 20-30 cm menjuntai pada masing-masing sisi.
Celana
Celana yang dipakai sedikit longgar.
Antara ujung celana dengan pergelangan kaki selisih 5-8 cm. Celana panjangnya
sedikit lebihnya dari dua pertiga panjang kaki.
Mengenakan
seragam
Celana dikenakan dan tali celana
dikencangkan. Jaket kemudian dikenakan dengan sisi kiri di atas sisi kanan.
Kenakan ikat pinggang dengan cara meletakkan tengah-tengah sabuk di depan
perut, kemudian kedua ujung sabuk diputar melingkar di belakang pinggang
kembali ke depan; pegang kedua ujung sabuk, lalu talikan dengan kedua ujung berakhir
secara horisontal. Talikan dengan kencang sehingga tidak lepas pada saat
pertandingan.
Peraturan
pertandingan
Pertandingan judo diadakan antara
perorangan dan juga beregu. Beberapa kompetisi membagi pertandingan menjadi 8
kategori, berdasarkan berat tubuh. Kompetisi lain membagi pertandingan
berdasarkan tingkatan dan, umur, dan lain-lain. Ada juga yang tidak
mengenal pembagian apapun.
Satu pertandingan judo berlangsung
selama 3-20 menit. Pemenang ditentukan dengan jalan judoka pertama yang meraih
satu angka, baik dengan bantingan maupun kuncian. Jika setelah waktu yang
ditentukan tidak ada pemain yang memperoleh satu angka, pemain dengan nilai
lebih tinggi menang atau pertandingan berakhir seri.
Judo, sebagaimana olahraga lain dari
Jepang, diselenggarakan dengan penuh tata krama. Kedua judoka membungkuk
memberi hormat satu sama lain pada awal dan akhir pertandingan.
Awal
pertandingan
Judoka menghadap satu sama lain,
meluruskan telapak kaki mereka di belakang garis masing-masing di tengah-tengah
arena dan berdiri tegak lurus. Lalu mereka saling membungkuk pada saat yang
sama. Kemudian mereka maju satu langkah, diawali dengan kaki kiri, dan berdiri
dengan posisi kuda-kuda alami (shizen hon tai). Sang juri atau wasit
lalu berkata "Mulai" (Hajime) dan pertandingan pun dimulai.
Akhir
pertandingan
Kedua judoka kembali dalam posisi
kuda-kuda alami dan menghadap satu sama lain satu langkah di depan garis mereka
masing-masing. Juri kemudian mengumumkan hasil pertandingan, dan kedua
kontestan mundur selangkah ke belakang garis dimulai dengan kaki kanan. Mereka
lalu membungkuk lagi dan keluar dari arena.
Sistem
penilaian
Satu angka (ippon) dapat diperoleh dengan jalan:
·
Bantingan (nage waza): Jika
judoka dapat mengungguli teknik lawan dengan membantingnya dengan tenaga dan
kecepatan dengan punggung membentur lantai terlebih dahulu.
·
Kuncian (katame waza): Jika
judoka berhasil mengunci lawan sehingga ia mengucapkan kata "Aku
menyerah!" (maitta), atau menepuk lantai dua kali dengan tangan
atau kaki, pingsan, atau jika kuncian tersebut berlangsung paling sedikit 30
detik (osae waza) dan diumumkan bahwa pertandingan berakhir (osae
komi)
Setengah angka (waza ari) dapat diperoleh dengan cara:
·
Bantingan: Jika teknik judoka cukup
bagus namun tidak sampai layak untuk menerima angka penuh.
·
Kuncian: Jika judoka berhasil
mengunci lawannya selama paling tidak 25 detik.
Dua waza ari berarti satu
angka, namun setengah angka saja tidak cukup untuk menentukan seorang pemenang,
maka oleh para perancang pertandingan dibuatlah sistem angka tambahan.
Tambahan (yuko dan koka) yang tidak peduli berapapun tidak akan mengungguli satu
'Setengah-angka', namun dapat menjadi penentu jika masing masing judoka
memperoleh nilai yang sama (1W1Y0K - 1 Waza dan 1 Yuko menang melawan 1W0Y9K -
1 Waza dan 9 Koka). Angka tambahan ini diperoleh jika teknik yang diperagakan
tidak cukup bagus untuk memperoleh nilai setengah (yuko) atau tidak
cukup bagus untuk memperoleh yuko (koka). Tidak jarang suatu
pertandingan ditentukan dengan banyaknya yuko dan koka yang
diperoleh (karena satu angka otomatis menang dan dua setengah-angka juga
otomatis menang)
Jika jumlah nilai yang diperoleh
kedua judoka sama, maka kadang-kadang suatu pertandingan menggunakan sistem
pemungutan suara antara kedua hakim sudut dan juri (dengan total tiga suara).
Teknik
terlarang
Teknik-teknik atau waza yang
berbahaya tidak diijinkan penggunaannya. Total teknik terlarang berjumlah 31
(32 untuk perempuan). Judoka akan dikenai empat tingkatan sanksi, tergantung
seberapa berat pelanggaran yang dilakukan. Untuk tiap-tiap jenis pelanggaran,
pertandingan dihentikan sejenak dan kedua judoka kembali ke garis
masing-masing.
Pelanggaran ringan (shido) adalah peringatan untuk pelanggar peraturan yang tidak
seberapa berbahaya. Judoka diberi peringatan awasete chui jika
melakukannya untuk kedua kalinya. Pelanggaran ini memiliki nilai berkebalikan
dengan satu koka. Beberapa tindakan yang akan mendapat peringatan:
·
Seorang judoka kehilangan semangat
bertarung dan tidak menyerang selama lebih dari 30 detik
·
Melepas ikat pinggang lawan atau
ikat pinggang sendiri tanpa izin dari juri
·
Melilit tangan lawan dengan ujung
ikat pinggang (atau ujung baju)
·
Memelintir atau berpegang pada ujung
lengan baju maupun celana lawan
·
Memasukkan bagian seragam lawan
manapun ke dalam mulut (menggigit seragam lawan)
·
Menyentuh wajah lawan dengan bagian
tangan atau kaki manapun
·
Menarik rambut lawan
·
Mengunci telapak tangan lawan dengan
telapak tangan sendiri selama lebih dari 6 detik dalam posisi berdiri
Pelanggaran kecil (chui) adalah peringatan untuk pelanggaran yang lebih berat dari
pelanggaran ringan. Pelanggaran ini memiliki efek negatif sebesar yuko
Beberapa contohnya sebagai berikut:
·
Memasukkan bagian kaki manapun ke
seragam lawan, baik ikat pinggang maupun jaket, selama kuncian dilakukan lawan
·
Mencoba mematahkan jari lawan untuk
melepaskan genggaman lawan
·
Menendang tangan lawan dengan kaki
atau lutut untuk lepas dari cengkeraman lawan
Pelanggaran berat (keikoku) adalah pelanggaran yang dapat dikenai sanksi dan teguran
keras. Judoka yang melakukan pelanggaran ini akan dikurangi nilainya sebesar
setengah angka. Dua pelanggaran kecil memungkinkan dikenainya sanksi yang sama.
Contoh pelanggaran-pelanggaran berat:
·
Mengunci lengan lawan (kansetsu
waza) di manapun selain di sikut
·
Menarik lawan yang tergeletak
menengadah ke atas di lantai dan kemudian membantingnya kembali
·
Seorang judoka melakukan tindakan
berbahaya apapun yang bertentangan dengan jiwa judo.
Pelanggaran serius (hansoku make) adalah pelanggaran yang dapat membuat seorang judoka
didiskualifikasi karena melakukan pelanggaran yang sangat berat sehingga
membahayakan baik lawannya maupun orang lain. Empat kali peringatan (shido)
juga dapat dikenai sanksi ini.
Posisi
tubuh dalam judo
Posisi tubuh yang benar merupakan
bagian yang penting di dalam judo.
Posisi
duduk
Duduk bersila (seiza) Dari posisi berdiri, kaki kiri ditarik ke belakang, lalu
lutut kiri diletakkan ke lantai di tempat di mana jari kaki kiri tadinya
berada. Lakukan hal yang sama dengan kaki kanan, dan kedua kaki pada saat ini
harus bersangga pada jari kaki dan lutut. Kemudian luruskan jari kaki sejajar
dengan lantai dan pantat diletakkan di atas pangkal kaki. Letakkan kedua tangan
di atas paha masing-masing sisi. Untuk berdiri, lakukan prosedur yang sama
dengan cara terbalik.
Memberi hormat (zarei) Dengan bersila, bungkukkan badan ke depan sampai kedua
telapak tangan menyentuh lantai dengan jari tangan menghadap ke depan. Diam
dalam posisi ini selama beberapa saat, kemudian kembali ke posisi bersila.
Posisi
berdiri
Memberi hormat (ritsurei) Berdiri dengan kedua pangkal kaki didekatkan, bungkukkan
badan ke depan sekitar 30 derajat dengan telapak tangan di depan paha. Diam
dalam posisi ini selama beberapa saat, kemudian kembali ke posisi berdiri.
Posisi alami (shizen tai) Kaki dibuka sekitar 30 cm dalam posisi natural dengan berat
badan yang dibagi sama rata di kedua kaki. Istirahatkan otot bahu dan tangan.
Ini adalah postur dasar dan alami judo.
Posisi bertahan (jigo tai) Dari posisi alami, kaki dibuka lebih lebar, lutut ditekuk
agar pusat gravitasi tubuh lebih turun.
Melangkah (suri ashi) Cara berjalan di dalam judo dengan cara telapak kaki
menyusuri lantai untuk menjaga kestabilan. Pastikan langkahnya sama rata dan
pusat gravitasi tetap di posisi yang sama agar dapat bergerak lincah ke segala
arah.
·
Kanan-kiri (ayumi ashi):
Seperti berjalan biasa, telapak kaki melewati satu sama lain ketika berjalan
·
Kanan-kanan (tsugi ashi):
Setelah kaki pertama maju, kaki kedua yang maju tidak melebihi posisi kaki
pertama
Posisi
jatuh dan berguling
Menguasai posisi ini memungkinkan
untuk melindungi diri sendiri ketika dijatuhkan atau dibanting lawan dan
mengurangi ketakutan ketika dilempar oleh lawan.
Jatuh ke belakang (ushiro ukemi) Kaki disatukan dan tangan juga disatukan, jatuhkan punggung
ke matras dengan tangan lurus di samping tubuh dan telapak tangan menyentuh
lantai untuk menahan jatuh. Lindungi bagian belakang kepala dengan menyentuhkan
dagu ke tubuh.
Jatuh ke samping (yoko ukemi) Dari posisi berdiri, jatuhkan diri ke belakang, angkat
kedua kaki satu persatu, kemudian angkat kedua tangan di depan tubuh. Berguling
ke kanan (atau kiri) matras dengan kepala tetap dilindungi agar tidak menyentuh
lantai. Kemudian tahan tubuh dengan tangan dan telapak tangan kanan (atau
kiri).
Jatuh ke depan (mae ukemi) Jatuhkan diri ke depan dengan kedua telapak tangan di depan
muka, sikut ditekuk. Jatuh tertelungkup dengan ditahan oleh kedua tangan, badan
diluruskan, otot perut dikencangkan, dan tahan tubuh dengan ditahan oleh kedua
tangan dan jari kaki (lutut diangkat).
Berguling ke depan (mae mawari
ukemi) Berguna pada saat dilemparkan oleh
lawan. Dari posisi berdiri, kaki kanan dimajukan telapak tangan kiri
disentuhkan ke lantai. Bahu kanan kemudian dilemparkan ke depan dengan telapak
tangan menghadap ke belakang, ini dilakukan bersamaan dengan kedua kaki
menjejak lantai dan berguling ke depan. Kedua kaki dan tangan hendaknya
menyentuh lantai secara bersamaan.
Teknik
Judo
Teknik bantingan judo (nage waza)
dapat dibagi menjadi teknik berdiri (tachi waza) dan teknik menjatuhkan
diri (sutemi waza). Teknik berdiri dibagi lagi menjadi teknik tangan (te
waza), teknik pangkal paha (koshi waza), dan teknik kaki (ashi
waza). Teknik menjatuhkan diri dibagi lagi menjadi teknik menjatuhkan diri
ke belakang (ma sutemi waza) dan teknik menjatuhkan diri ke samping (yoko
sutemi waza)
Teknik kuncian judo (katame waza)
dapat dibagi menjadi teknik menahan (osae waza atau osaekomi waza),
teknik jepit (shime waza), dan teknik sambungan (kansetsu waza)
Teknik menyerang (atemi waza)
dengan tendangan atau pukulan bahkan dengan senjata pisau atau pedang kadang
digunakan untuk latihan bagi judoka tingkatan tinggi, walaupun dalam
pertandingan resmi hal tersebut dilarang (demikian pula pada saat latihan bebas
(randori)
Teknik
bantingan (teknik berdiri)
·
Sapuan lutut - hiza guruma
·
Jegal dari belakang - o soto gari
·
Jegal dari depan - 'ko uchi gari
·
Sapuan samping - deashi barai
·
Bantingan paha - uchi mata
·
Bantingan pangkal paha memutar - o
goshi
·
Bantingan pangkal paha angkat - surikomi
goshi
·
Bantingan pangkal paha sapuan - harai
goshi
·
Lemparan bahu - seoi nage
·
Menjatuhkan tubuh - tai otoshi
·
Lemparan guling belakang - tomoe
nage
Teknik
kuncian (teknik berbaring)
Teknik kuncian (katame waza)
disebut juga teknik berbaring (ne waza) karena teknik ini dilakukan
ketika seorang judoka atau lawannya berbaring menghadap ke atas atau ke bawah.
·
Kuncian pinggang - kesa gatame
·
Kuncian bahu - kata gatame
·
Kuncian empat sisi - yoko shiho
gatame
·
Kuncian empat sisi atas - kami
shiho gatame
·
Kuncian belakang - kataha jime
·
Kuncian kalung - okuri eri jime
·
Kuncian tangan - ude garami
·
Kuncian tangan silang - ude
hishigi juji gatame
Pertolongan
pertama judo
Seringkali di dalam pertandingan
judo, seorang judoka mengalami asphyxia, di mana judoka mengalami kesulitan bernapas karena
kekurangan oksigen. Untuk
itu, judo telah mengembangkan suatu pertolongan pertama untuk mengembalikan
kesadaran mereka yang terkena asphyxia atau aspiksia. Hal ini dapat terjadi
jika kuncian yang dilakukan terlalu kuat sehingga lawan berhenti bernapas
sesaat. Orang tersebut segera memerlukan pertolongan darurat di tempat.
Judo
di Indonesia
Judoka Indonesia bernaung di bawah PJSI (Persatuan Judo Seluruh Indonesia) yang bernaung di bawah KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Tokoh-tokoh Judo
Indonesia antara lain Ferry Sonneville,
pebulutangkis
yang aktif membidani lahirnya PJSI; Perry
G. Pantouw, juara SEA Games 1983; Kresna
Bayu, Maya
Fransisca, Ira Purnamasari,
Aprilia
Marzuki, Peter
Taslim, atlet judoka Indonesia.
Pada tahun 1970-an dan 1980-an
dikenal nama-nama atlet seperti Bambang Prakasa, Ceto Cosadek, Raymond Rochili
dsb. Dibawah kepemimpinan Ir. Soehoed saat itu, Judo merintis didirikannya
training center untuk pelatnas di Ciloto, Puncak, Jawa Barat. Saat itu di
Jakarta sangat berkembang berbagai perguruan Judo, seperti misalnya Judo Waza
di Jakarta Selatan (dipimpin oleh alm. Robert Judono/ Robert Jung), Perguruan
Judo Tiang Bendera di Jakarta Utara, dan sebagainya.
Saat ini perkembangan Judo di daerah
juga mulai pesat. Semisal perdepokan Judo Mataram Bantul (Wiramataram) dibawah
bimbingan Guru Om Tjong (Budy Tanudjaya) dan dipimpin oleh Dain Santoso meraih
8 emas di kejuaraan Judo daerah DIY.